Ditulis kembali oleh : BOY PASKAND 
Artikel ini adalah murni disadur secara keseluruhan dari www.tuankunanrenceh.blogspot.com 
dan tidak ada maksud lain, murni untuk dibaca publik (sharing).
Apabila dikemudian hari, penulis dari URL tersebut berkeberatan, maka artikel ini akan dihapus.
Pengantar
Nama Tuanku Nan Renceh sudah tidak asing 
lagi di telinga banyak orang. Para peneliti sejarah gerakan pemurnian 
Islam di Minangkabau pun pasti sangat hafal betul nama yang satu ini. 
Namun seperti dinukil Suryadi, sosok Nan Renceh tidak sejelas namanya 
yang sudah begitu sering disebut dalam buku-buku sejarah. Putra Kamang 
bertubuh kecil ini diyakini pula sebagai salah seorang tokoh proklamator
 dan lokomotif utama Gerakan Paderi pada awal abad ke-19 silam. Selain 
militan dan karenanya pantas ditakuti, fragmen-fragmen kehidupan 
bekas murid Tuanku Nan Tuo Ampek Angkek ini pun penuh dengan aneka kontroversi. Meski banyak cap tak elok dilekatkan pada dirinya, hingga setakat ini kisah hidup Nan Renceh masih diliputi sejuta misteri yang perlu disigi dan digali, direkonstruksi serta diulangkaji. Sebagai dasar pijakan untuk menyusun mozaik sejarah hidup lebih utuh dari sosok tokoh pemberani yang tak jarang dibenci ini, penulis sengaja menukil lengkap otobiografi karangan Fakih Saghir, anak Tuanku Nan Tuo sekaligus teman seperguruan Tuanku Nan Renceh di zaman-zaman awal. Karangan yang disusunrangkai dari situs Malay Concordance Project ini didasarkan pada Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin karangan Fakih Saghir, ed. E. Ulrich Kratz & Adriyetti Amir, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. Semoga tulisan yang dimaksudkan untuk memberi pencerahan sejarah ini ada manfaatnya bagi khazanah sejarah lokal Sumatera Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya.
bekas murid Tuanku Nan Tuo Ampek Angkek ini pun penuh dengan aneka kontroversi. Meski banyak cap tak elok dilekatkan pada dirinya, hingga setakat ini kisah hidup Nan Renceh masih diliputi sejuta misteri yang perlu disigi dan digali, direkonstruksi serta diulangkaji. Sebagai dasar pijakan untuk menyusun mozaik sejarah hidup lebih utuh dari sosok tokoh pemberani yang tak jarang dibenci ini, penulis sengaja menukil lengkap otobiografi karangan Fakih Saghir, anak Tuanku Nan Tuo sekaligus teman seperguruan Tuanku Nan Renceh di zaman-zaman awal. Karangan yang disusunrangkai dari situs Malay Concordance Project ini didasarkan pada Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin karangan Fakih Saghir, ed. E. Ulrich Kratz & Adriyetti Amir, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. Semoga tulisan yang dimaksudkan untuk memberi pencerahan sejarah ini ada manfaatnya bagi khazanah sejarah lokal Sumatera Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Mukaddimah
Alamat surat keterangan daripada saya 
Fakih Saghir `Alamiyat Tuanku Samiang Syekh Jalaluddin Ahmad Kota Tuho 
jua adanya wa Allah : Wabihi nasta`ina bi `inayati yaitu cerita yang 
dimulai dangan* perkataan yang fasihat, yang terbit daripada hati yang 
suci lagi haning* lagi* jernih, dituliskan dangan faal yang khalas 
daripada segala ihwal, dipesertakan dangan muka yang manis lagi dihiasi 
dangan sebaik2 mukadimah, serta baik nazam dan tertib seperti intan yang
 ditatah dangan lembaganya lagi dipersalokan* dangan seindah2 johar dan 
mutiara; dikeluarkan dangan perkataan yang tidak kazib dan khianat hanya
 semata2 khilaf dan lupa, dan perkataan yang sedikit2 adanya.
Asal Mula Kembang Ilmu Agama di Pulau Andalas
Bahwa inilah cerita daripada saya, Fakih 
Saghir `Alamiyat Tuanku Samiang Syekh Jalaluddin Ahmad Kota Tuho adanya.
 Akan halnya cerita ini peri menyatakan asal kembang ilmu syari`at dan 
hakikat, dan asal teguh larangan dan pegangan, dan asal berdiri agama 
Allah dan agama Rasullah daripada awalnya lalu kepada akhirnya, lalu 
kepada perang hitam dan putih hingga keluar Kompeni Wolanda ke Tanah 
Darat ini adanya. Maka adalah saya, Fakih Saghir, mendengar cerita 
daripada saya punya bapa´, sebabnya saya mengambil pegangan ilmu 
hakikat. Karena cerita ini adalah ia setengah daripada adab dan tertib 
wara` orang mengambil petuah jua adanya. Ya`ni adalah seorang aulia 
Allah yang kutub,* lagi kasyaf,* lagi mempunyai keramat, yaitu orang 
Tanah* Aceh, Tuan Syekh Abdul Rauf orang masyhurkan. Telah ia mengambil 
ilmu daripada Tuan Syekh Abdul Kadir al-Jailani. Itu pun ia mengambil 
tempat di negeri Medinah, tempat berpindah* Nabi kita Muhammad Rasullah 
sallallahu `alaihi wasallam, yaitu bimbing mehafazkan ilmu syari`at dan 
hakikat; ialah menjadi pintu ilmu sebelah pulau Aceh ini.
Maka telah disampaikan Allah maksudnya 
itu, maka disuruhlah oleh Tuan Syekh Abdul Kadir al-Jailani mengembang 
ilmu itu ke negeri pulau Andalas bumi Sumantera ini. Maka digarakkan* 
Allah berlayarlah ia di 
kepala tempurung menjalang* negeri Aceh adanya. 
Maka kemudian dari itu turunlah ilmu tarikat ke nagari Ulakan kepada 
aulia Allah yang mempunyai keramat lagi memunyai darjat yang a`la, ialah
 pergantungan ilmu tahkik, ikutan dunia akhirat oleh segala makhluk yang
 sebelah tanah ini.
Maka berpindahlah tarikat ke Paninjauan 
lalu kepada Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali2, serta ia memakaikan 
tertib majlis lagi wara` seperti Tuanku di Ulakan jua halnya. Maka 
dimasyhurkan orang pula Tuanku nan Tuho dalam nagari Kamang. Ia telah 
mehafazkan ilmu alat. Dan Tuanku di Lembah serta Tuanku di Puar yang 
mempunyai keramat, yang beroleh limpah daripada Tuanku di Paninjauan, 
orang Empat Angkat jua adanya. Maka ada pula Tuanku ditompang di Tanah 
Rao datang di negeri Mekah Medinah membawa ilmu mantik dan ma`ni. Maka 
berpindah pulalah ilmu itu kepada aulia Allah yang kasyaf lagi keramat* 
`Alamiyat* Tuanku nan Kecil dalam nagari Kota Gadang adanya. Maka ada 
pula lagi Tuanku di Sumani´ datang di negeri Aceh mehafazkan hadith dan 
tafsir dan ilmu fara´id. Telah masyhur ia dalam Luhak nan Tigo ini 
adanya.
Adapun asal ilmu saraf ialah Tuanku di 
Talang dan asal ilmu nahu yang tiga itu ialah Tuanku di Selayo yang 
sangat alamiyat ahlul-nuhat yang ada keduanya dalam nagari Kubung Tigo 
belas adanya. Adapun saya, Fakih Saghir, adalah saya bertemu dangan 
Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali2 dan Tuanku nan Keramat dalam nagari 
Kota Gadang pada masa umur saya kecil; dan Tuanku di Sumani´ serta saya 
mengambil ilmu pula adanya.
Tuanku Nan Tuo, Perhimpunan Ilmu Agama
Fihak kepada Tuanku nan Tuho dalam nagari
 Kota Tuho, ialah mengambil ilmu daripada Tuanku di Kamang, dan Tuanku* 
di Sumani´, dan Tuanku di Kota Gadang, dan Tuanku di Mansiang nan Tuho 
sekali, dan Tuanku di Paninjauan jua. Maka berhimpunlah ilmu mantik dan 
ma`ni, hadith dan tafsir, dan beberapa kitab yang besar2 dan sekalian 
yang pehasilkan ilmu syariat dan hakikat kepada Syekh kita Tuanku nan 
Tuho dalam nagari Kota Tuho semuhanya. Maka telah masyhurlah khabar 
Tuanku ulama yang kasyaf mehafazkan sekalian kitab, mehimpunkan sekalian
 faidah ilmu syariat dan hakikat, dan menyatakan perbedaan antara kafir 
dan Islam. Maka sebab itu banyaklah orang yang rindu dendam datang ke 
nagari Kota Tuho mengambil ilmu, mehafazkan sekalian kitab dan meminta´ 
petuah keputusan ilmu syariat dan hakikat. Maka ramailah tiap2 dusun dan
 puriah* dalam nagari Empat Angkat dan sukar mehinggakan ribu dan laksa 
luhuk dan lahak. Maka banyaklah orang yang jadi alim dan ulama yang 
kasyaf dalam Luhak nan Tigo ini, lalu ke Tanah Rao dan tiap2 taluk 
rantau dan sekalian nagari dalam pulau Aceh ini. Semuhanya itulah asal 
kembang ilmu dalam tanah ini adanya.
Kelakuan Orang Agama
Fihak kepada kelakuan orang agama 
semuhanya, ialah mengerjakan lalim aniaya, menyamun dan menyakar, 
melaka´ dan melakus, maling dan mencuri, menyabung dan bejudi, minum 
tuak dan minum kilang, memakan sekalian yang haram, merabut dan 
merampas, tidak* berbezo halal dan haram, larangan dan pegangan, dan mau
 berjual orang; dan jikalau ibunya dan syaudaranya* sekalipun, dan 
banyaklah orang dagang dirampasnya dan dijualnya. Itu pun Tuanku nan 
Tuho mendirikan larangan dan pegangan serta Tuanku2 yang lainnya. Maka 
sebab banyak orang terjual dan dirampas orang serta lama zaman, maka 
sangatlah lalah payah Tuanku menuntut orang nan terjual dan orang nan 
kena´* rampas itu. Dan banyaklah silang selisih, gaduh2 kelahi, dan 
bantah* dan berparang2; tetapi tidak me´alahkan nagari adanya.
Tuanku Nan Tuo, Pernaungan Anak Dagang
Saya Fakih Saghir seperti demikian pula, 
sebab ada jua saya menurut daripada saya punya* bapa´. Lagi saya 
dijadikan kepala bermulut oleh Tuanku2 nan Tuho* beperda`wakan orang nan
 ditangkap orang dan orang nan dirampas. Di mana-di mana larangan itu 
dibinasakan orang. Dan serta lama zaman berapa berapalah orang dagang 
dirampas orang dan ditangkap orang tidak jua boleh hilang melainkan 
kembali jua hanya, dan berhutang jua orang nan menangkap dan orang nan 
rampas itu, atau dialahkan kampungnya atau diparangi nagarinya. Maka 
sebab itu sangatlah takut orang menangkap orang dagang dan orang 
menjalang dia. Dan jikalau kanak2 yang kecil dan perempuan dan masuk 
nagari yang berlawanan sekalipun tidak jua boleh cala binasa adanya. 
Maka sempurnalah teguh larangan pegangan orang dagang dan orang 
memakaikan sembahyang. Dan jikalau fakir yang hina sekalipun dan 
syantosalah* ia pergi dan datang dan perjalanannya ke kiri dan ke kanan 
ke mana ke mana ia pergi dalam Luhak nan Tigo ini dan sekalian taluk 
rantau lalu ke tanah Rao jua adanya. Itulah asalnya orang dagang dan 
orang memakaikan sembahyang, larangan, `alim namanya. Maka terlebih 
sangatlah masyhur Tuanku nan Tuho ulama yang pengasih lagi penyayang, 
tempat pernaungan segala anak dagang, ikutan segala sidang imam syari`at
 ahlulsunah dan ahluljamaah sultan alim* aulia´ Allah `alaihi al-darajat
 wa-l-ratibat fi’ddarain.
Fakih Saghir-Tuanku Nan Renceh Mufakat Menegakkan Agama
Maka dalam masa itu jua, adalah saya, 
Fakih Saghir, berhimpun dangan Tuanku nan Renceh dalam mesjid Kota 
Hambalau di nagari Candung Kota Lawas jua adanya. Telah saya duduk 
bersanang2 mehafazkan ilmu fiqh. Itu pun saya telah dimasyhurkan orang 
pandai memafhumkan ilmu fiqh pada masa saya muda umur sekali2. Maka 
sebab itu banyaklah orang berhimpun2 kepada tempat itu, mengambil ilmu 
mehafazkan kitab fiqh itu, karena ilmu yang terlebih dikasihi pada masa 
itu ialah ilmu fiqh.
Maka sebab beberapa kali tamat saya 
me´ajarkan ilmu fiqh itu, mengertilah saya apa2 perkataan yang sabit 
dalam kitab itu, ya`ni ialah mensucikan segala anggota daripada najis 
dan lata, dan memandikan sekalian badan daripada segala hadnya; dan 
wajib atas Islam mendirikan rukun yang lima itu, yaitu me`ikrarkan 
kalimat yang dua patah serta mentasdikkan dia, dan mendirikan sembahyang
 yang lima* pada segala waktu,* dan mendatangkan zakat* kepada segala 
fakir dan miskin, dan puasa pada bulan Ramadan, dan naik haji atas 
kuasa, dan menyatakan berjual dan memali* dan yang harus dijual dan 
dibali,* dan menyatakan sendiri dan besyarikat, dan menyatakan sekalian 
akadnya sahnya dan* batalnya, dan menyatakan membahagikan arta kepada 
segala warisnya, dan menyatakan nikah dan idah serta segala akadnya, dan
 wajib nafakah atas perempuan dan atas segala karib, dan menyatakan 
segala hukum sahnya dan batalnya, dan mehukum antara segala mahanusia 
dangan adil, dan menyuruh mereka itu dangan berbuat baik dan menagah 
daripada berbuat jahat. Inilah setengah kenyataan perkataan yang sabit 
dalam ilmu fiqh adanya. Maka sebab itu jua digarakkan Allah terbitlah 
dalam pikir hati saya, Fakih Saghir, yaitu hendak mendirikan agama Allah
 dan agama Rasullah, dan membaiki tertib dan wara`, dan membuangkan 
sekalian perbuatan yang jahat dan perangai yang kaji,* dan berbaiki 
tempat dan mesjid dan sekalian pekerjaan yang dik.´.f.n.y* syara` pula 
adanya. Maka setelah itu jua mufakatlah saya dangan Tuanku nan Renceh 
hendak mendirikan pekerjaan itu. Itu pun* Tuanku nan Renceh terlebih 
sangat berahi dan berapa2 kali mufakat, beria2* jua sambil duduk 
bersanang2 mehafazkan ilmu. Pada masa itu ia lai* dimasyhurkan orang 
dangan Khatib Jobahar* adanya.
Tuanku Nan Renceh Pulang ke Kamang
Maka telah lama sedikit antaranya, maka 
Tuanku nan Renceh kembali pulang ke nagarinya. Telah ia menegahkan orang
 mengambil tuak dan meminum dia. Telah ada pula seorang lagi Tuanku 
menanti, Malin gelarnya. Iapun suka lagi kuat lagi berani, sempurna 
pehaluan mendirikan pekerjaan itu. Ia bersama2 menegahkan orang meminum 
tuak, dan menyuruhkan orang sembahyang. Maka sebab itu terbitlah kelahi 
dan bantah, tetapi tidak dangan parang, hanya semata2 gaduh2 saja 
baharu. Maka dimasyhurkan oranglah seorang Tuanku nan Gapu´ dan seorang 
pula Tuanku nan Renceh, sebab kecil tubuhnya. Itu pun Tuanku nan Renceh 
mehimpunkan tempat mesjidnya dan membaiki tempat supaya nak berahi hati 
mendirikan agama, serta ia berkekalan menyuruhkan orang sembahyang jua 
adanya.
Madrasah Fakih Saghir Diserang
Saya, Fakih Saghir, pun seperti demikian 
pula. Adalah saya mendirikan jema`at berempat orang; seorang saya, dan 
bapa´ saya, seorang pula orang lainnya, serta saya punya syaudara, ialah
 nan dimasyhurkan orang* Tuanku di Kubu Sanang. Pada masa itu ia lai 
bernama Khatib Jobahar. Maka bersungguh2lah saya menyuruhkan orang 
sembahyang hingga sampai berdiri jema`at dua belas orang, dan 
menyuruhkan orang menunaikan zakat serta membahagikan kepada segala 
fakir dan miskin. Pada masa dahulu ada jua orang menunaikan zakat tetapi
 sedikit2; tidak dibahagikan antara segala fakir dan miskin, melainkan 
dihimpunkan saja supaya diambil faidah barang apa2 maksudnya, dan 
menyuruhkan orang maulud akan nabi salla l-lahu `alaihi wasallam* serta 
membaiki tertibnya, dan tertib orang memakaikan agama Islam.
Sebab banyak2 terbit hujat dan burhan 
daripada saya banyaklah asung fitnah dalam nagari, dan banyak* pulalah 
bantahan mereka itu. Maka jadilah saya dibuangkan orang, dan berapa2 
kali disarangnya* saya punya mendrasah.* Dan karena sangat karas* 
bantahan mereka itu, sangatlah lahir benar pekerjaan agama, dan 
banyaklah orang memakaikan agama Islam. Dan masyhurlah pekerjaan itu 
kepada tiap2 nagari serta ia mengambil dalil akan hukumnya. Sungguhpun 
ada pekerjaan seperti demikian semuhanya Tuanku nan Tuho jua menjadi 
tiang sendi adanya.
Haji Miskin Pulang Dari Makkah
Maka sekira2 empat tahun lamanya 
mendirikan agama itu, digarakkan Allah datanglah Tuanku Haji Miskin di 
negeri Mekah Medinah. Kemudian sempurna hajinya, ia mendapat ke nagari 
Batu Tebal, sebab ada masa dahulu, sebalum ia pergi haji, adalah ia diam
 pada nagari itu, karena ia mengambil ilmu daripada saya punya bapa´ 
masa dahulunya. Maka daripada karena banyak mendengar khabar daripada 
hal pekerjaan orang Mekah Medinah, bertambah2lah berahi hati mendirikan 
agama Allah dan agama Rasullah, dan bersungguh2lah orang mendirikan 
sembahyang hingga sempurna jema`at empat puluh orang.
Maka telah lama sedikit antaranya, 
pulanglah Tuanku Haji Miskin ke nagari Pandai Sikat, dan bersungguh2 ia 
mendirikan agama serta ia berbaiki tempat adanya. Maka terlebih sangat 
pulalah masyhur pekerjaan Tuanku Haji Miskin, dan banyaklah orang 
mendirikan agama pada barang mana nagari adanya. Maka daripada mula2 
pulang Tuanku Haji Miskin di negeri Mekah Medinah hingga orang 
ketumbuhan banyak habis, sembilan tahun kamariah lamanya.
Haji Miskin Pindah ke Luhak Lima Puluh, Tuanku Nan Tuo Dilarang Masuk Aia Tabik
Kemudian maka berpindahlah Tuanku Haji 
Miskin kepada Luhak Lima Puluh.Telah ia mengambil tempat di dalam mesjid
 Sungai Landai namanya dalam nagari Air Terbit jua adanya, serta ia 
bersungguh2 mendirikan agama Allah dan agama Rasullah. Maka lama sedikit
 antaranya, banyaklah asung fitnah dalam nagari itu, karena ia hendak 
meminasakan pekerjaan Tuanku Haji Miskin jua maksudnya. Maka sebab itu 
pun Tuanku nan Tuho berjalan menjalang Tuanku Haji Miskin akan menolong 
pekerjaannya itu, supaya nak karas agama Allah dan agama Rasullah, serta
 beberapa orang mengiringi, sekira2 empat puluh orang banyaknya. Maka 
tempo Tuanku nan Tuho datang hampir nagari Air Terbit itu, maka 
ditegahkan oranglah Tuanku masuk ke dalam nagari itu, karena sangatlah 
takutnya kepada Tuanku adanya. Dan adalah masa dahulu Tuanku nan Tuho 
me´alahkan nagari Taram namanya, sebab ada Tuanku2 dalam nagari Taram 
itu menyalahi ilmu Tuanku di Ulakan jua adanya.
Itulah sebab sangat takut orang Air 
Terbit dimasuki nagarinya. Itu pun Tuanku nan Tuho berkeliling ke nagari
 Mungo Handalas namanya. Maka berhimpunlah ke sana tiap2 nagari dalam 
Ranah Lima Puluh, serta Tuanku di Luhak pula adanya ialah menolong 
pekerjaan Tuanku nan Tuho, sebab ada ia mengambil ilmu masa dahulunya. 
Maka tetaplah Tuanku pada nagari itu sekira2 empat hari lamanya, dan 
banyaklah daya dan upaya menegahkan Tuanku masuk ke nagari Air Terbit 
itu jua.
Maka daripada menilik sangat sukar 
pekerjaan itu, terbitlah dalam fikir hati saya, Fakih Saghir, maka kata 
saya, “Wah Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki Tuanku. Fihak 
kepada pekerjaan kita ini sangatlah karasnya. Tidak sepatubnya* orang 
punya bicara seperti demikian, fikir hati saya. Sekarang seboleh2nya 
hendaklah Tuanku maafkan, biarlah saya punya bicara.” Itu pun Tuanku 
memaafkan pula sekarang itu jua adanya. Maka kata saya, “Fakih Saghir 
memohonkan ampun”, serta saya berdiri mendatangkan sembah seperti adat 
orang Melayu jua halnya, ya`ni, “Ampunlah saya kepada Penghulu2 dan 
Tuanku2, Imam dan Khatib, dan segala pilih* hulubalang dalam Luhak Ranah
 Lima Puluh ini semuhanya. Adapun Tuanku datang sekarang ke nagari ini 
bukan berbuat hiru hara kejahatan,* melainkan menyuruhkan kamu berbuat 
baik dan menagahkan* kamu berbuat jahat, dan beperdamaikan kamu daripada
 kelahi dan bantah, dan menyusun mufakat kamu orang Lima Puluh supaya 
nak sanang mereka itu semuhanya. Itulah halnya. Maka bagaimanalah* 
bicara kamu. Tidak sepatubnya pekerjaan kamu seperti ini rupanya. Adakah
 tidak tahu kamu akan bahwa sungguhnya Syekh kita ini aulia Allah Sultan
 Alam namanya? Dan tidak pulakah tahu kamu akan besar keramatnya dan 
bekas kerajaannya?”
Maka tidak suatu jua jawab daripada 
mereka itu semuhanya, melainkan semata2 gaduh2 daripada sangat takut dan
 gemetar* tulang, sebab nagari akan binasa saja hal adanya. Hanya kata 
berkata sama sendirinya, yaitu kata mereka itu, “Sekarang kini jua sebab
 perkataan Fakih Saghir ini, hampirlah binasa nagari kita ini semuhanya,
 seperti nagari Taram masa dahulunya pula halnya.” Itulah sebabnya saya 
dinamai orang Fakih Saghir pula adanya. Sekarang itu pun Tuanku berdiri*
 hendak berjalan ke nagari Air Terbit. Sekalian mereka itu pun 
berganding2 di kiri* dan di kanan serta hiru2 hati mereka itu semuhanya.
 Setelah disampaikan Allah Tuanku hampir nagari Air Terbit itu pun, 
keluarlah orang nagari Air Terbit itu semuhanya, serta ia membawa alat 
persembahan; dalamnya itu beberapa hadiah dan sedekah. Setelah sampai* 
mereka itu* di hadapan Tuanku sekalian, mereka itu pun sujud semuhanya, 
ialah menyusun jari nan sepuluh, menjujung* tapak kaki Tuanku, serta ia 
memohonkan ampun.
Maka kata seorang yang arif bijaksana, 
“Wah Tuanku, ampunlah kami di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku. 
Segala salah beribu kali ampun, segala* kafir beribu kali* tobat. Tuanku
 jua mempunyai maaf. Apa2 Tuanku punya hukum, kami pun suka menurut. 
Tidak kami mendalih mendarita lagi. Dan jikalau mengucap kalimat yang 
dua patah dan memakaikan syariat Islam sekalipun, telah kami sukakan jua
 semuhanya.” Sekarang itu pun Tuanku telah memaafkan serta ia 
meminta´kan doa kepada Allah dan kepada Rasullah, itulah halnya. Ketika 
itu jua Tuanku pun diangkat orang persilaan lalu berdiri hendak 
berjalan, serta mereka itu semuhanya lagi bersuka2 serta bersanang fihak
 perjalanannya. Maka setelah sampai Tuanku serta mereka itu masuk ke 
dalam nagari Air Terbit dan tidak melihat mereka itu apa2 pekerjaan hiru
 hara kejahatan, suka2lah hati mereka itu semuhanya dan kata berkata 
sama sendiri mereka itu, yaitu, “Sebaik2nyalah kita membayar pula dan 
nazar meminta´ doa selamat kepada Tuhan subhanahu wata`ala, serta kita 
menerimakan apa2 Tuanku punya hukum adanya.”
Maka sebab itu mufakatlah segala 
penghulu2 dalam nagari itu sekira2 sepuluh hari lamanya, ialah hendak 
memotong kerbau serta* ia mehasilkan alat jambar hidangan, dan 
mehasilkan hadiah dan nafakah akan halas* tobat, dan mehiasi tempat dan 
mesjid, labuh dan tepian, dan tempat permedanan pula adanya. Maka 
setelah sudah mufakat mereka itu dan lah* hasil pekerjaan mereka itu, 
maka mereka itu memotong kerbau sembilan ekor banyaknya, serta mereka 
itu mehimpunkan orang Ranah Lima Puluh barang sekira2 patubnya.* Pada 
hari itu jua mereka itu minum dan makan serta mereka itu mehantarkan 
hadiah dan nafkah akan halas tobat, ialah Tuanku me´ajarkan kalimat yang
 dua patah. Sekalian mereka itu pun mengucap semuhanya, yaitu kalimat 
asyhadu an la ilaha illa ‘Llah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulu’Llah 
jua adanya.
Maka setelah sempurna minum makan mereka 
itu, dan mengucap kalimat yang dua patah serta mentasdikkan dia, lagi 
suka pula mereka itu menyempurnakan sekalian rukun Islam yang lima itu 
semuhanya, ketika itu jua mesyuaratlah seorang yang cerdik cendakia* 
yang lebih canai bilang pandai, ialah Tuan Khatib Betuah, orang Limbukan
 yang dimasyhurkan orang pada masa itu Engku Besar adanya, ya`ni 
kesudah2an mesyhuwarat* yang dipersembahkannya itu. “Adapun penghulu nan
 belima orang serta orang nan lima suku dalam nagari Air Terbit ini dan 
serta orang nan lima buah nagari yang ada dalam pelintah* penghulu nan 
belima itu, sekarang kini ialah kami* ‘hitam nan tidak bekuran lai, 
putih nan tidak behata´* lai’, putih, putih, putih, seputih2nya.” Itulah
 asalnya dapat nama hitam dan putih; tetapi tidak dihadapkan kepada 
siapa2 yang hitam dan siapa2 yang putih, hanya semata2 me`ibaratkan 
daripada fihak sangat bersungguh2 menurut hukum Tuanku saja hanya. 
Kemudian daripada sempurna pekerjaan seperti demikian itu, pulanglah 
Tuanku nan Tuho ke nagari Empat Angkat. Daripada hal keadaannya duduk 
bersanang2 tetapi pada masa yang sedikit hal adanya.
Sabung di Balai Biaro, Masjid Nagari Batu Taba Diruntuh
Fihak kepada saya, Fakih Saghir, daripada
 sangat rindu hati kepada bertambah2 agama serta sangat suka sebab 
bertambah2 kaum, itu pun terbitlah dalam pikir hati saya, hendak 
menagahkan orang menyabung dan minum tuak juga, dan sekalian pekerjaan* 
yang tidak dihalalkan Allah dan Rasullah. Itu pun banyaklah kelahi dan 
bantah daripada satu hari kepada suatu hari, daripada satu bulan kepada 
suatu bulan, hingga panjanglah zaman dan beredar2lah pekerjaan itu 
daripada suatu tempat* kepada suatu tempat,* daripada suatu nagari 
kepada suatu nagari yang telah ada keliling nagari* Empat Angkat jua 
adanya. Kemudian lagi pula maka diramaikan orang pula sabung di Balai 
Biharo namanya dalam nagari Hampang Gadang jua adanya. Bukan ia semata2 
mendirikan sabung, melainkan ia mengintai kelahi dan bantah jua nan 
terlebih dimaksudnya.
Setelah itu maka berhimpunlah Tuanku nan 
Tuho serta Tuanku2 yang lainnya yang ada dalam nagari Empat Angkat jua. 
Maka ditegahkanlah sabung itu dan sangatlah bantahan mereka itu dan 
mananglah* mereka itu berkelahi, sebab beribu kali ganda banyaknya 
sekarang itu jua. Maka diruntuhnyalah mesjid dalam nagari Batu Tebal 
serta mendrasah saya, Fakih Saghir, dan dirampasnya sekalian isinya 
daripada segala kitab dan yang lain2nya daripada beberapa arta. Dan 
banyaklah hujat dan gunjing mereka itu. Dan kata sekalian munafik mereka
 itu, ya`ni, “Fakih Saghir jua nan terlebih me´arai2 musuh. Inilah 
kesudahan pekerjaannya.” Itulah kebanyakkan kata mereka itu. Barangkali 
ada mulut saya tekabur sedikit atau hati saya tetap.* Kepada Allah jua 
kembali pekerjaan.*
Dan kata setengah mereka itu, “Kembalilah
 kita daripada agama ini”. Dan setengahnya pula, “Adapun sekalian kita 
ini terlalu banyak luka dan patah. Inilah banyaknya lawan kita berkelahi
 tidak jenis akan telawan oleh kita. Mesjid kita pun lah* runtuh, kawan 
kita pun lah* banyak munafik, apalah akan daya kita. Terlebih baiklah 
kita diam2 saja.” Maka berkata pula seorang yang pahlawan* pada dunia 
ini, “Sangatlah kita hina, sepuluh kali gandalah hina kita pada kampung 
akhirat. Maka lebih baiklah kita mehasilkan sekalian alat senjata 
perang. Maka terlebih sangatlah masyghul Tuanku di Kubu Sanang melihat 
hiru hara pekerjaan seperti demikian dan lebih pula sangatlah malu 
daripada segala mahanusia, lagi pula malu akan segala makhluk menjadi 
kulit iman, beribu kali gandalah malu kepada Allah ta`ala dan sangatlah 
sangka waham daripada tidak dapat apa2 kesudah2an pekerjaan* ini.” Maka 
kata saya, Fakih Saghir, “Wah, Tuanku, adakah tidak Tuan ketahui di 
dalam Qur´an ya`ni tidak syentosya* akan daya Allah melainkan seman yang
 tidak iman akan Allah hanya dan bagaimanalah Tuan sangat masyghul 
daripada hiru hara dunia ini? Maka sabarlah Tuan daripada apa2 hukum 
Allah dan daripada hiru hara sekalian mahanusia ini bahwa sungguhnya 
setengah daripada tanda mu`min yang pilihan menahan cobaan jua hal 
adanya.
Fihak kepada agama kita akan runtuh 
janganlah Tuan rusuhkan; dan jikalau sebalum* datar sekalian bukit ini 
insya Allah ta`ala balum dihabiskan Allah agama ini. Biarlah saya 
bicarakan jua ke kiri dan ke kanan, barang mana daya saya dayakan jua 
mesjid nan runtuh. Janganlah Tuan hibakan nagari akan binasa. Inilah 
tandanya insya´ Allah ta`ala dangan parang jua kita sudahi nan 
patubnya.”* Setelah itu pun* saya bicarakan jua kepada barang siapa2 
orang nan mau memakai agama Allah dan agama Rasullah. Maka telah* lama 
antaranya itu pun Tuanku nan Tuho memotong kerbau dan jawi sekira2 dua 
belas ekor banyaknya. Telah ia memanggil Tuanku2 dan penghulu2 yang 
kepala2 yang ada keliling nagari itu daripada ia membicarakan pekerjaan*
 agama jua adanya.
Gelanggang Bukik Batabuah, Perang Berbalas
Maka lama sedikit antaranya adalah orang 
mendirikan gelanggang dalam nagari Bukit Betabuh namanya. Pada masa itu 
Tuanku nan Tuho mehimpunkan segala Tuanku2 dan penghulu2, ialah hendak 
menagahkan* gelanggang itu, tetapi dangan bicara saja hanya. Maka ketika
 berhimpun2 Tuanku2 dan penghulu2 hendak mufakat, datanglah segala 
hulubalang serta orang banyak serta ia membawa alat senjata, batu dan 
galah, dan setinggar. Itu pun Tuanku2 lari semuhanya, tidak mumkin 
ditolakkan melainkan dangan memasang badir* dan jenapang. Maka saya, 
Fakih Saghir, berbicara sekira2 enam orang, “Jikalau tidak kita jadikan 
parang sekarang ini jua, tidaklah habis malu kita yang terdahulu lalu* 
kepada anak cucu kita, dan sampailah habis larangan dan pegangan. 
Baiklah kita pasang jua sekarang, barangkali ia luka dan mati akan 
balas* mesjid kita nan runtuh.” Ketika itu saya, Fakih Saghir, memasang 
setinggar adanya; digarakkan Allah sampailah luka orang Bukit Betabuh 
lalu kepada mati, dan dipotong orang* pula seorang* yang lainnya, dan 
sempurnalah jadi parang sehari itu adanya.
Sebab itu banyaklah hujat* dan fitnah, 
dengki dan khianat, dan banyaklah khasam dan adawat; ada kalanya sama 
serumah dan ada kalanya antara dua orang besyaudara,* dan ada kalanya 
antara anak dan bapa´nya, dan banyaklah asung dan fitnah, gunjing dan 
tempalak, ya`ni kata setengah mereka itu, “Pada hari ini sananglah hati 
Fakih Saghir; mesjid nan binasa, mendrasahnya nan runtuh,* inilah 
balasnya.”* Dan kata setengah yang lain pula, “Fakih Saghir ini kita 
bunuh jua nan patubnya;* bukan ia semata2 mendirikan agama, melainkan ia
 malu daripada mesjid nan runtuh dan mendrasahnya nan binasa, lagi ia 
melaku2kan* cerdik pandainya dan melakukan keatasannya serta ia 
mehina2kan kita dan mehabiskan adat pusaka kita. Nagari kita binasa. 
Inilah rupanya. Tidak kita melihat* daripada Tuanku2 nan dahulu2, 
melainkan daripada kanak2 yang kecil ini baharu adanya.” Maka daripada 
sangat karas parang itu, datanglah Tuanku2 pada tiap2 nagari berkaum2. 
Ia* menjalang Tuanku nan Tuho serta ia membawa alat senjata parang 
karena banyak musuh sepanjang jalan dan banyaklah orang berhimpun2 dalam
 nagari Kota Tuho, sebab Tuanku nan Tuho jua nan diimamkan orang. Maka 
sekira2 empat bulan lama masanya berhentilah parang itu. Gelanggang pun 
rabah.* Itulah halnya.
Gelanggang Nagari Parabek
Kemudian lagi pula didirikan oranglah* 
gelanggang di nagari Parabe´ di belakang nagari Padang Luar, dalam 
nagari Ladang Lawas Banuhampu jua adanya. Maka ditegahkan orang pula 
gelanggang itu. Tuanku di Padang Luar punya pelintah. Ia meminta´ tolong
 kepada Tuanku nan Tuho. Itu pun Tuanku berdiri serta orang banyaknya. 
Pada hari itu jua parang pun jadi dan banyaklah mati dan luka sebelah 
menyebelah, tetapi segera habis parang itu sekira2 sepuluh hari lamanya 
sebab cerdik Tuanku di Ladang* Lawas memeliharakan nagarinya jangan 
binasa adanya.
Tuanku Terabi Dirampas, Tuanku Nan Renceh Komandoi Perang
Maka lama pula antaranya adalah seorang 
Tuanku Terabi orang Kota Baharu pergi berniaga ke nagari Kamang Bukit 
adanya. Telah ia dirampas orang mata* benda perniagaannya. Maka daripada
 karena cerdik pandainya, jadilah ia mengadukan pekerjaannya* itu kepada
 Tuanku nan Renceh* dan Tuanku2 tiap2 sidang dalam nagari Bukit itu 
semuhanya, ya`ni katanya, “Wah, Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak 
kaki Tuanku2 nan tiap2 sidang dalam nagari ini semuhanya. Fihak diri 
saya ini ialah saya telah dirampas orang mata benda perniagaan* dalam 
nagari ini. Sebabnya ada saya memakaikan sembahyang ayyam saya, larangan
 `alim namanya. Dan jikalau lai teguh jua Tuanku2 menguatkan larangan 
pegangan itu, seboleh2nya sekarang ialah saya hendak meminta´ tolong 
kepada Tuanku2 mengerjakan pekerjaan saya itu. Sungguhpun saya 
kehilangan mata benda tijaroh,* larangan `alim kan binasa nan terlebih 
saya rusuhkan. Tetapi jikalau lai digarakkan Allah kembali arta saya 
itu, apa2 Tuanku punya hukum, telah saya sukakan menurut pelintah 
Tuanku, dan suka pula saya menyuruhkan orang nagari saya memakai agama 
Allah dan agama Rasullah seperti Tuanku punya kerja ini adanya.”
Daripada mendangar kata seperti demikian 
itu pun, Tuanku2 suka mengerjakan sekarang itu jua menyuruh orang banyak
 meminta´ kembali arta. “Jikalau ia anggak* mengembalikan, lebih* 
baiklah kita lawan parang supaya nak lahir teguh agama Allah dan agama 
Rasullah.” Maka berdirilah Tuanku2 serta orang banyak menyarang kampung 
orang aniaya itu. Maka daripada sangat karas kelahi dan bantah serta 
banyak luka dan patah, sampailah berparang2, lalu kepada mati dan 
memunuh. Maka dimasyhurkannyalah parang itu parang agama namanya. Maka 
sebab sangat karas parang itu serta lama zaman sangatlah banyak lawan 
berkeliling; dan sangatlah picik hati Tuanku nan Renceh dan segala 
kaumnya, serta picik tempat, tidak boleh keluar dan tidak beroleh 
tolong, hanya dapat tolong daripada Tuanku nan Tuho saja serta saya, 
Fakih Saghir, sedikit2, tetapi dangan semata2 bicara saja dan belanja 
alat parang saja. Dan tidak pula boleh lahir mehantarkan barang apa2 
belanja nan kurang, melainkan dangan lalu malam atau diupahkan. Jikalau 
tiada Allah ta`ala menguatkan dan tidak takut mereka itu kepada Tuanku 
nan Tuho, sebab ada jua Tuanku nan Tuho tiang pekerjaan, niscaya* 
mehabiskan mereka itu akan kaum Tuanku nan Renceh semuhanya dangan 
sekira2 memandang lahir kelakuan parang. Tetapi kepada Allah ta`ala 
kembali pekerjaan semuhanya.
Tuanku Nan Tuo Turun Mufakat Hentikan Perang Tuanku Nan Renceh
Maka sekira2 empat tahun lamanya parang 
itu berdirilah Tuanku nan Tuho berjalan2 pada tiap2 nagari keliling 
tempat Tuanku nan Renceh, ialah mufakat hendak mehentikan parang itu. 
Mereka itu pun suka berhenti dan suka mereka itu menurut hukum Tuanku 
nan Tuho saja dan tidak mau mereka itu menurut hukum Tuanku nan Renceh 
karena malu mereka itu, sebab sangat tekabur mereka itu. Maka ketika itu
 selasailah parang itu adanya. Maka dalam masa itu jua adalah saya Fakih
 Saghir maulud akan nabi sallahu `alaihi wasallam,* ialah saya memanggil
 sekalian Tuanku2 pada tiap2 nagari supaya berjinak2kan mereka itu dan 
nak lahir bersusun2 agama, serta saya memanggil orang nan tiga buah 
nagari ya`ni orang Salo dan orang Mage´ dan orang Kota Baharu supaya nak
 hampir bertolong2an mereka itu dangan Tuanku nan Renceh adanya. Lagi 
pula pikir hati saya, barangkali mau mereka itu bersungguh2 mendirikan 
agama, sebab ada mereka itu harab* akan beroleh darjat yang a`la pada 
dunia dan akhirat, karena mereka itu adalah hina sedikit pada adatnya. 
Lagi ada mereka itu dikatakan orang Tilatang kerbau nan tiga kandang 
namanya. Setelah itu, saya bicara pekerjaan agama dangan* mereka itu2* 
pun suka jua semuhanya. Maka setelah sudah mufakat itu, beredar2lah 
Tuanku berbuat janji di mana2 tempat yang patub berhimpun2 mufakat, 
karena mengintai agama nak kakal* jua adanya.
Maka kemudian dari itu berjalanlah Tuanku
 nan Tuho ke nagari Mage´, serta ia memanggil Tuanku nan Renceh supaya 
beperdamaikan ia daripada pekerjaan yang terdahulu. Maka sempurnalah 
damai kedua fihak, serta sempurna mufakat pekerjaan agama. Kemudian pula
 diperbuat pula janji dalam nagari Kota Baharu seperti demikian pula, 
ya`ni nagari Tuanku Terabi nan dirampas orang masa dahulu adanya. Maka 
sampailah bertamu* dangan nagari Empat Angkat dan sentosyalah* jalan 
Tuanku nan Renceh masuk nagari Kota Tuho barang apa2 maksudnya.
Kemenakan Tuanku Nan Renceh Diculik Orang Bukik Batabuah
Kemudian dari itu mufakatlah segala 
kepala2 hulubalang tiap2 nagari, maka dimalingnya* kemenakan Tuanku nan 
Renceh belima orang. Itulah sebab pekerjaan nan jadi* sebesar2 fitnah 
selama2nya. Maka dibawanya ke nagari Bukit Betabuh. Itu pun lai bertamu 
dangan saya, Fakih Saghir, saya hendak meminta´ kembali, hulubalang itu 
pun melarikan jua. Jadilah berkajar2 dangan saya. Itu pun tidak jua 
dapat sebab inya* bersama2, hanya saya dua orang saja. Sekarang itu saya
 menyuruh memanggil Tuanku2 serta orang banyaknya. Tuanku2 pun rapat 
semuhanya. Maka jadilah diperda`wakan jua, tidak jua dapat keluar* 
sekali janji, dua kali janji, barangkali sepuluh kali janji. Maka pada 
sekali janji yang akhir datanglah Tuanku nan Renceh serta kaumnya. Maka 
dilihatnya tidak jua dapat keluar, jadilah ditangkabnya* orang Bukit 
Betabuh itu dua orang, lalu dibawanya ke nagarinya. Maka ditaruhnya 
orang itu sekira2 sebulan kamariat atau lebih.
Dalam masa itu tidak boleh berhenti 
sedikit jua melainkan gaduh2 jua dan diperda`wakan jua hanya. Sebab itu 
banyaklah orang Bukit Betabuh meminta´ ampun jua kepada Tuanku nan Tuho 
dan suka ia barang apa2 Tuanku punya hukum; tidak ia mendalih mendarita 
lagi serta ia mau menjujung titah Allah dan titah Rasullah. Itu pun 
Tuanku nan Tuho mau menerimakan. Maka sebab itu jua, jadilah saya, Fakih
 Saghir, meminta´ kembali orang nan bedua itu. Tuanku nan Renceh pun mau
 mengembalikan. Maka sampailah kembali orang itu ke nagari Bukit 
Betabuh. Lama sedikit antaranya dapatlah kembali kemenakan Tuanku nan 
Renceh bedua orang. Tuanku nan Renceh terlalu suka mendapat kemenakannya
 nan bedua orang itu. Dan tinggal pulalah tiga orang lagi, itulah 
halnya.
Tuanku Nan Tuo Turun ke Luhak Lima Puluh Membantu Perang Haji Miskin
Kemudian lagi berdirilah Tuanku nan Tuho 
dan Tuanku2 yang lain2nya dalam Luhak Agam serta kaum mereka itu sekira2
 selapan ratus banyaknya, ialah kerja menjalang parang Tuanku Haji 
Miskin, karena bersalahan pekerjaan agama jua keadaannya. Maka tempo 
Tuanku nan Tuho dalam nagari Lima Puluh, maka berhimpunlah Tuanku2 dalam
 Luhak itu, ialah mufakat bepersuatukan hukum agama* jua. Sebab itu 
terlebih sangatlah masyhur agama dalam Luhak itu. Maka pulanglah Tuanku 
nan Tuho serta Tuanku2 yang lainnya, dan tinggallah Tuanku Haji Miskin 
dalam ia kerja parang jua serta orang Lima Puluh; lalu kepada mati 
Tuanku Haji Miskin, sebab perang itu tidak jua bakar membakar dan tidak 
pula me´alahkan nagari serta lama zaman.
Perang Tuanku Nan Renceh Makin Berkecamuk, Haji Sumanik Ajarkan Main Api
Maka telah lama pula antaranya kemudian, 
maka daripada karena sangat adawat dan sangat mengadu2 
sebelah-menyebelah, terbit pulalah parang daripada Tuanku nan* Renceh 
sama dalam nagarinya; tidak berhenti siang dan malam, pagi dan patang, 
dan jikalau sepenggal* hari sekalipun. Maka daripada sekira2 setahun 
lamanya digarakkan Allah, datanglah Tuanku Haji di Sumani´ kepada tempat
 Tuanku nan Renceh. Telah ia me´ajarkan parang dengan api, itu pun 
sampai terbakar nagari yang hampir kampung Tuanku nan Renceh, iaitu 
nagari Durian namanya. Maka lebarlah perjalanan Tuanku nan Renceh ke 
kiri dan ke kanan. Sekarang itu jua Tuanku di Sumani´ sampai keluar, 
tempo ia di nagari Kota Tuho sekira2 empat hari lamanya. Di belakang ia 
pulang ke nagarinya.
Tuanku Nan Renceh Perangi Nagari Tilatang, Ribuan Orang Mengungsi ke Ampek Angkek
Fihak kepada Tuanku nan Renceh, telah ia 
bersungguh2 mufakat dangan orang Kamang dan orang Mage´ dan orang Salo 
dan orang Kota Baharu. Saya Fakih Saghir ada jua sama melihat pekerjaan 
itu. Pada masa itu jua dihadapkan parang ke nagari Tilatang. Maka 
daripada karena sangat karas parang itu terbakarlah tarup nagari 
Tilatang hampir nagari Kota Baharu. Sebab itu sangatlah takut orang Agam
 semuhanya, dan banyaklah tobat mereka itu dan bertolong2anlah parang 
itu. Maka sampailah habis nagari Tilatang dan banyaklah berpindah dalam 
nagari; dan sukar mehinggakan ribu laksa rampasan, dan orang terbunuh 
dan tertawan lalu kepada terjual, dan dijadikannya gundi´nya, tetapi 
belum lahir gundi´nya. Tidak yang lain2 punya kerja itu melainkan orang 
nan lima buah nagari yang ada dalam pelintah Tuanku nan Renceh jua, 
iaitu nagari Kamang Bukit, lebih sekali orang Salo, Mage´, Kota Baharu 
nan memunuh dan berjual. Akan balasnya dikatakan orang Tilatang kerbau 
nan tiga kandang namanya. Itulah halnya.
Fihak kepada orang nan berpindah ke 
nagari Empat Angkat sukar pula mehinggakan ribu dan laksa, akan tetapi 
tidak boleh mati terbunuh teraniayai. Dan jikalau orang yang hina dan 
tuha yang daif dan kanak2 yang kecil sekalipun dan sekalian mata 
bendanya, dan jikalau sebarat* zarah sekalipun, tidak jua boleh hilang, 
karena sangat karas hukum Tuanku nan Tuho jua adanya, yaitu, tidak harus
 merampas dan menawan dan me´alahkan nagarinya, jikalau ada* dalamnya 
dua puluh atau dua belas mu`min, atau berempat mu`min, atau seorang 
mu`min sekalipun. Itulah setengah hukum yang tatap* dalam kitab Tuanku 
nan Tuho jua adanya. Sebab itu jadilah kecil hati Tuanku nan Renceh, 
tetapi tidak lahir, karena seolah2nya hukum itu membinasakan pekerjaan 
Tuanku nan Renceh jua adanya.
Kurai Terbakar, Tuanku Nan Renceh Perangi Sungai Janiah
Maka lama pula antaranya datanglah Tuanku
 nan Renceh serta orang* nan lima buah nagari yang ada dalam 
pelintahnya, yaitu Kamang Bukit, Salo, Mage´, Kota Baharu. Telah ia 
meminta´ mehadapkan parang ke nagari Kurai karena orang Kurai* itu 
sangat jahilnya dan mungkarnya. Sebab itu jadilah Tuanku nan Tuho 
memelintahkan parang itu, supaya jangan orang Kurai dihabiskan* Tuanku 
nan Renceh seperti orang Tilatang pula. Maka sebab itu tahulah Tuanku 
nan Renceh akan batin pekerjaan itu, jadilah ia kembali pulang serta 
mufakat ia mehadapkan parang ketika itu jua ke nagari orang Lima Kota.* 
Maka segiralah* terbakar tarup nagari Sungai Jernih dan terbakar pulalah
 nagari Kurai* pagi2 itu sepeninggal* Tuanku nan Renceh. Maka sampailah 
habis nagari Kurai terbakar* semuhanya tetapi tidak seorang jua nan 
tertawan dan terbunuh. Kemudian keluar mereka itu dalam kampungnya. Maka
 segiralah Tuanku nan Tuho meminta´ kembali orang Kurai ke nagarinya. 
Mereka itu pun suka kembali, serta mereka itu memotong kerbau, memanggil
 Tuanku nan Tuho supaya bersanang2 mereka itu tinggal dalam nagarinya. 
Maka Tuanku nan Tuho me´ajarkan kalimat tobat. Mereka itu pun mengucap 
dia serta suka mereka itu menjujung titah Allah dan titah Rasullah. Itu 
pun telah sempurnalah pekerjaan itu.
Padang Tarok Gagah Bertahan, Tuanku Nan Tuo Datang Membantu
Fihak kepada parang Tuanku nan Renceh, 
sampailah empat bulan lamanya tidak jua sampai te`alahkan karena orang 
Padang Tarab itu sangat gagahnya. Itu pun Tuanku nan Renceh meminta´ 
tolong kepada Tuanku nan Tuho. Maka daripada karena memelihara lahir 
pekerjaan agama jangan binasa, jadilah Tuanku nan Tuho menurunkan orang 
Agam semuhanya. Maka sampailah habis nagari itu dan habislah parang itu.
 Tetapi Tuanku nan* Tuho tidak meminta´ apa2 sesuatu jua dan tidak pula 
meminta´ ketudukkannya,* hanya kendiri Tuanku nan Renceh saja. Maka 
Tuanku nan Renceh mendirikan imam dan kadi, yaitu Tuanku nan Bungku´ 
orang Sungai Jernih karena maksudnya hendak melakukan* dayanya 
mehabiskan orang Lima Kota jua halnya. Tidak boleh lakas diperdamaikan 
supaya nak boleh memunuh dan menawan. Maka sampailah pekerjaan itu dan 
sukar mehinggakan ribu dan laksa orang nan terbunuh dan tertawan. Maka 
bagi setengahnya dijualnya dan bagi setengahnya dipergundi´nya. Maka 
dinamainya perang itu perang sabili’llah namanya, supaya nak lahir sah 
hukumnya.
Tuanku Nan Tuo Marahi Tuanku Nan Renceh dkk
Maka sebab itulah sangatlah marah Tuanku 
nan Tuho kepada Tuanku nan Renceh dan kepada sekalian Tuanku2. Dan 
bersungguh2lah Tuanku nan Tuho melarangkan orang terjual dan menagahkan 
me´alahkan nagari dan membakar dia. Kemudian maka daripada karena sangat
 marah Tuanku nan Tuho kepada sekalian Tuanku2 terbitlah daripada 
sekalian Tuanku2 itu kepada saya, Fakih Saghir, yaitu katanya, “Hai, 
Fakih Saghir, maukah engkau memotong seekor kerbau? Himpunkan kami 
sekalian Tuanku2 supaya mufakat kita semuhanya di hadapan Tuanku nan 
Tuho. Jikalau apa2 pekerjaan kami nan salah, sukalah kami tobat. Maka 
apabila sampai pekerjaan itu, biarlah kami membayar bali akan beberapa 
harga kerbau itu, yaitu seseorangnya kami Tuanku di Kubu Sanang, dua 
Tuan di Ladang* Lawas, tiga Tuanku di Padang Luar, empat Tuanku di 
Galung, lima Tuanku di Kota Hambalau, enam Tuanku di Lubu´ Haur, tujuh 
Tuanku di Bansa, selapan Tuanku nan Renceh.” Itulah asalnya sebab 
bernama Tuanku nan Selapan adanya. Maka sebab itu jadilah saya, Fakih 
Saghir, menyampaikan bicara itu kepada Tuanku nan Tuho. Maka telah 
mendangar Tuanku nan [Tuho]* akan bicara itu, jadilah Tuanku nan Tuho 
diam2 saja sekira2 selapan hari lamanya.
Kemudian maka kata Tuanku nan Tuho kepada
 saya, “Hai, musaharah, baiklah kita terima jua bicara yang telah engkau
 khabarkan masa dahulu, dan potonglah diengkau seekor kerbau, dan 
panggil diengkau sekalian Tuanku2 dalam Luhak ini pada hari Sabtu, dami 
esok hari ini.” Itu pun saya, Fakih Saghir, bersegira memotong kerbau. 
Tuanku Bejanggut Pirang segira memanggil Tuanku2. Maka sampailah 
berhimpun Tuanku2 pada hari Sabtu itu jua. Setelah itu mufakatlah 
Tuanku2 hendak menyampaikan bicara kepada Tuanku nan Tuho. Maka kata 
Tuanku2 di hadapan Tuanku nan Tuho ya`ni, “Ampunlah kami di bawah tapak 
kaki hadirat Tuanku. Seboleh2 yang lagi akan datang ini, sebaik2nyalah 
tinggal Tuanku di dalam mesjid kendiri. Tuanku me´ajarkan ilmu seperti 
dahulu jua. Biarlah kami berjalan2 ke kiri dan ke kanan, menyampaikan 
suruh Allah dan suruh Rasullah. Boleh-boleh kami perangi di mana nagari 
yang menyalahi agamanya dalam pulau ini. Dan kami hantarkan pula ke 
hadapan Tuanku akan hadiah dan sedekah serta ketudukkan siapa2 orang nan
 mau mengikut agama ini.”
Maka jawab Tuanku nan Tuho, “Mengapa 
bicara kamu seperti demikian? Adakah tiada pada tiap2 suatu nagari dalam
 Luhak nan Tigo ini atau lainnya dua puluh orang mu`min, atau dua belas 
mu`min, atau berempat mu`min, atau seorang mu`min?” Maka jawab mereka 
itu, “Tidak sunyi pada tiap2 nagari dalam luhak ini, dan jikalau seorang
 mu`min sekalipun melainkan ada jua hanya.” Maka kata Tuanku nan Tuho, 
“Adakah harus me´alahkan nagari dan membakar dia dan padanya seorang 
mu`min?” Maka jawab mereka itu, “Tidak harus.” Maka [kata Tuanku nan 
Tuho],* “Bagaimanalah bicara kamu seperti demikian juga?!” Maka mereka 
itu diam semata2 daripada menjawab, tetapi hingga seketika. Maka 
terbitlah jawab daripada setengah mereka itu, “Jikalau ada pekerjaan 
seperti demikian, sekarang sukalah kami berhenti, dan tobatlah kami 
daripada berbuat bicara yang demikian itu.” Maka kata Tuanku nan Tuho, 
“Tidak percaya aku akan bicara kamu, jikalau tidak mendatangkan kamu 
akan sumpah.” Maka sebab itu sekarang me`ikrarkan tiap2 daripada* mereka
 itu akan sumpah, ya`ni mengata tiap2 seseorang daripada mereka itu, 
“Dami Allah, dami Rasullah, dami bumi dan langit, syurga dan naraka, 
sesungguhnya sebenarnya tidak lagi kami akan me´alahkan tiap2 nagari* 
dalam luhak ini dan membakar dia, hanya semata2 menyuruh saja hal adanya
 di belakang.”
Tuanku di Mansiang Dijadikan Imam Baru
Kemudian kembali mereka itu kepada nagari
 seorang2 dan rumah seorang2. Kata berkata sama sendiri mereka itu, 
“Tiada ada hal ini, melainkan bicara Fakih Saghir jua hanya sekarang 
sebab itu jua pekerjaannya. Janganlah kita bayar harga kerbaunya, dan 
jikalau suatu kepeng sekalipun.” Maka telah lama pula antaranya sebab 
tidak sampai maksudnya dan sebab malu daripada sumpah itu jadilah 
mufakat pula sekalian Tuanku2, ya`ni mufakat mereka itu, “Baiklah kita 
mencari imam yang lain akan ganti Tuanku nan Tuho, syupaya boleh* kita 
melakukan* apa2 kehendak kita. Dan sepatubnyalah* Tuanku di Mansiang 
kita jadikan Imam Besar, karena ia asal orang keramat juga. Lagi pula 
tidak boleh Tuanku nan Tuho akan membinasakan kerjaannya sebab Tuanku di
 Mansiang anak guru oleh Tuanku nan Tuho.”
Kemudian menyempurnakanlah mereka itu 
akan mufakat mereka itu dan menamailah mereka itu akan Tuanku di 
Mansiang Tuanku nan Tuho pula namanya, karena menyindir Tuanku nan Tuho 
punya nama. Kemudian menamai pula mereka itu akan tiap2 Tuanku nan 
Selapan itu dan Tuanku2 yang lain2 seperti demikian pula. Dan 
memasyhurkan mereka itu akan Tuanku nan Tuho, Rahib Tuho namanya; dan 
akan saya, Fakih Saghir, Raja Kafir dan Raja Yazidi pula dinamakannya. 
Tetapi sebab tekabur mereka itu dan mehinakan mereka itu akan guru 
mereka itu dan menamai mereka itu akan Tuanku nan Tuho seperti demikian,
 barangkali mereka itu kafir dalam kitab Allah dan isi naraka jahanam 
pada akhirat, jika* tidak tobat mereka itu wa ilallahi terja’ul umur.
Paninjauan Diserang Tuanku Nan Salapan
Maka kemudian sampai* mendirikan mereka 
itu akan imam, memperangilah* mereka itu akan nagari Gunung Paninjauan. 
Maka sampailah terbakar nagari itu hingga sampai Tuanku nan Tuho diam 
dalam nagari itu membakar jua mereka itu. Dan beberapa2lah rampasan dan 
orang mati terbunuh. Dan menamai mereka itu akan perang itu Perang Agama
 namanya, dan meminta´ mereka itu akan ketundukkannya, supaya nak sah 
hukum mereka itu, Perang Sabili’llah namanya. Tetapi tidak sabit dalam 
kitab Allah Perang Sabil namanya, karena nagari itu tempat tuanku yang 
dimasyhurkan Tuanku di Paninjauan namanya. Ialah yang mewarisi* Tuanku 
di Ulakan yang mempunyai keramat, yang beroleh limpah daripada Tuan 
Syekh Abdul Rauf jua adanya. Dan berapa2 ulama dalamnya dan fakih2 dan 
beberapa pandito, dan sangat penyayang sekalian ahlinya kepada segala 
fakir dan miskin dan kepada sekalian karim. Itulah sebabnya tidak harus 
me´alahkan nagari itu dalam kitab Tuanku nan Tuho. Itulah halnya.
Kemudian maka berkekalanlah perang2 itu 
antara beberapa nagari. Maka di mana2 nagari diam, Tuanku nan Tuho 
menyuruhkan orang sembahyang memperangi jua mereka itu dan me´alahkan 
jua mereka itu. Maka sangatlah karas pekerjaan Tuanku nan Selapan, dan 
sampai pulalah siar bakar antara sekalian nagari dalam Luhak Agam ini; 
lalu ke Luhak Tanah Datar dan Luhak Ranah Lima Puluh. Dan rabut rampas 
dan mehabiskan arta orang kaya2 dan mehinokan* orang yang mulia2 dan 
memunuh orang ulama2 dan sekalian orang yang cerdik cendakia, dan 
merampas orang bersuami, dan menikahkan orang yang tidak sekupu,* dan 
bepergundi´ sekalian orang tertawan, serta memasyhurkan* mereka itu akan
 sekalian pekerjaan itu, yaitu inilah kesempurnaan agama jua hal adanya.
Tuanku Nan Salapan Menyusun Nagari
Kemudian lama pula antaranya mufakat 
pulalah Tuanku2 Selapan juga menyusun tiap2 nagari lain nagari Empat 
Angkat, dan menamai mereka itu* akan nagari mereka itu* Laras nan 
Panjang namanya, karena menyindir mereka itu akan nagari Pariangan 
Padang Panjang hingga Turawan Galo Gandang ke atas, Laras nan Panjang 
namanya. Adapun nagari Pariangan Padang Panjang dan orang Batipuh dan 
orang Empat Angkat, Laras Kota Piliang namanya. Itulah yang mempunyai 
derajat yang a`la yang ada sebelah Luhak Agam ini. Lain orang Lima Kota,
 Padang Tarab, adapun orang Lima Kota ini sungguh pun tidak ia Laras 
Kota Piliang adalah ia mempunyai derajat* yang a`la juga, karena ia 
nagari yang lebih tuha sekali2 dalam Luhak Agam ini juga. Tetapi Laras 
Kota Piliang ada juga sedikit dalam kaum Tuanku nan Selapan dan takut 
melahirkan menyalahi hukumnya. Dan adalah tiap2 nagari* yang bernama 
Kota Piliang dalam Luhak nan Tigo ini tinggi derajatnya, dan tiap2 
nagari yang bernama Laras Caniago adalah hina sedikit.
Nagari Ampek Angkek Diperangi
Maka telah sempurna mufakat mereka itu 
mehadapkan mereka itu akan parang ke nagari Empat Angkat. Sekira2 enam 
tahun lama masanya dan menamai mereka itu akan orang Empat Angkat hitam 
jua baharu adanya. Tetapi orang Empat Angkat bukan karena tidak memakai 
agama pada masa itu, hanya semata2 khianat saja. Dan menamai mereka itu 
akan diri mereka itu putih semata2. Tidak memelihara mereka itu akan 
batin pekerjaan, hanya* kebanyakkan laku mereka itu putih sekira2 lahir 
saja.
Tuanku di Bodi Jadi Juru Damai
Maka dalam masa itu jua digarakkan Allah 
datanglah Tuanku di Bodi, yaitu Tuanku nan Tuho dalam nagari Sungai 
Tarab adanya. Telah ia mempunyai bicara memohonkan ampun kepada hariba 
Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota Tuho adanya, ya`ni katanya, “Wah 
Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku saya punya
 bapa´. Sekali salah beribu kali tobat daripada fihak diri Tuanku punya 
anak. Tuanku jua mempunyai ampun. Adapun diri saya ini ialah mengamalkan
 titah Allah dan titah Rasullah dan titah Tuanku jua seperti hukum yang 
sabit dalam kitab Allah* yang telah Tuanku ajarkan kepada saya daripada 
masa dahulu sampai sekarang,* yaitu katanya Allah ta`ala ati` ullah 
wa-ati` ul-rasul wa-aula al-amir m.n.k.m. Lagi pula saya mehukum antara 
segala mahanusia* dangan adil, dan berbuat baik kepada mereka itu, dan 
beperhubungkan kekasih* antara dua orang besyaudara,* dan beperdamaikan 
antara dua orang berkesumat2, dan menunjukki* hati mereka itu. Itulah 
halnya.
Pekerjaan saya ini fihak kepada anak2 
Tuanku nan Selapan, ialah saya hendak membawa ke hadapan Tuanku supaya 
meminta´ ma`af mereka itu daripada sekalian pekerjaannya yang tersalah, 
serta beperdamaikan saya akan parang2 ini supaya nak tinggi agama Allah 
dan agama Rasullah, dan nak bersanang2 mereka itu sekalian mahanusia.” 
Maka jawab Tuanku nan Tuho, “Jikalau demikian rupanya pekerjaan, sepuluh
 baiknya pada hamba apabila lai bersungguh2 mereka itu mengikut kata 
Allah dan kata Rasullah dan kembali mereka itu daripada segala fi`il 
mereka itu yang telah lalu ini.” Kemudian maka telah sempurna bicara 
itu, berhimpunlah Tuanku2 nan Selapan masuk nagari Kota Tuho menjalang 
kepada hariba Tuanku nan Tuho jua serta mereka itu membawa kerbau 
sekira2 enam puluh banyaknya atau lebih. Maka seketika berhadap mereka 
itu, berheluanlah mereka itu dangan mendatangkan salam serta tertib dan 
majlis adab orang memuliakan gurunya, lagi ia memohonkan ampun, meminta 
maaf kepada Tuanku, ya`ni kata mereka itu, “Wah, Tuanku, ampunlah kami 
di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku. Adapun sekalian pekerjaan kami 
yang telah lalu ini, yaitu merabut dan merampas, memunuh dan manikam, 
dan sebagainyalah. Sekarang seboleh2nya hendaklah Tuanku ma`afkan 
sekalian pekerjaan kami itu, dan jangan Tuanku menyabut2 jua. Tidak lagi
 kami kembali berbuat pekerjaan itu hingga ini ke atas, dan jikalau 
sekejap mata sekalipun. Itulah halnya.”
Maka sebab itu jadilah memaafkan akan 
sekalian pekerjaan mereka itu yang memberi mudarat kepada diri Tuanku, 
dan tidak memaafkan Tuanku akan diri orang lain2 mereka itu yang 
terbunuh dan teraniaya dan nagari mereka itu yang dirampas orang dan 
sebagainyalah karena mengetahui Tuanku. Adakah maaf hati mereka itu atau
 tidakkah? Hanya Tuanku memberi petuah semata2 mengembalikan kepada 
hukum Allah dan hukum Rasullah saja. Maka bersuka2lah Tuanku memberi 
petuah mereka itu dangan sekalian hukum yang sabit dalam kitab Allah dan
 suka2 pulalah mereka itu mengikut hukum Tuanku yang ada seperti 
demikian itulah halnya. Tetapi hingga seketika barangkali di belakang 
lebih kepada jahatnya dan kepada Allah jualah kembali pekerjaan lahir 
dan batin [bahasa Arab].
Api Dalam Sekam Siap Berkobar
Kemudian maka kembalilah sekalian Tuanku2
 kepada nagari seorang2 serta dangan bersuka2 jua, sebab lah* bersuatu 
hukum dan lah* sempurna yang dimaksud. Dan bersanang2lah orang banyak, 
sebab sempurna damai dan lah* putus kerja parang. Dan masyhurlah khabar 
ke kiri dan ke kanan daripada fihak Tuanku nan Selapan telah sempurna 
damai dangan Tuanku nan Tuho, dan lah* bersuatu hukum agama sekalian 
persalahan kembali kepada hukum Allah dan hukum Rasullah dan kepada 
kitabnya. Kemudian maka daripada setengah adat lagi segala mahanusia 
ketika duduk2 mereka itu bersanang2 pada tiap2 tempat permedanan dan 
tiap2 dusun dan nagari dan tiap2 kampung dan masjid, banyak2lah khabar 
mereka itu dan runding mereka itu yaitu kata setengah mereka itu, 
“Adapun sekalian Tuanku2 kita ini sampailah damai dan sekalian kita ini 
sampailah sanang. Maka betapakah pekerjaan* Tuanku yang terdahulu ini? 
Adapun Tuanku nan Tuho dikatanya Rahib Tuho dan Fakih Saghir dikatanya 
Kafir dan Raja sekalian orang Empat Angkat hitam semuhanya; sekalian 
kita ini memperangi orang Empat Angkat, mati syahid katanya. Barangkali 
Tuanku2 nan Selapan ini salah adanya, jikalau ada ia benar, tidak ia mau
 semufakat dangan Fakih Saghir dan tidak ia mau tobat kepada Tuanku nan 
Tuho, itulah halnya.”
Dan kata setengah mereka itu, “Jikalau 
ada sekalian pekerjaan Tuanku2 ini salah, baiklah kita meminta´ kembali 
akan sekalian arta kita yang diambilnya sebab disalahkannya atau sebab 
dirampasnya.” Dan kata setengah yang lain2 mereka itu, “Adapun sekalian 
nagari kita ini sampailah habis dan nagari Empat Angkat tinggal selamat 
juga. Sekarang sekalian kita ini sampailah hina. Maka sekaliannya itu* 
sebab celaka Tuanku nan Selapan juga adanya.”
Fitnah Bersangatan, Tuanku Nan Saleh Kalahkan Hujjah Tuanku Nan Salapan
Maka daripada sekira2 setahun lama 
masanya sebab lah* bersangatan* masyhur fitnah antara mereka itu, 
masuklah fitnah itu ke dalam hati Tuanku2 nan Selapan. Maka mufakat jua 
mereka itu dan berhubung2 jualah bicara mereka itu, ya`ni kata setengah 
Tuanku2 yang lebih arif bijaksana, ” Jikalau tidak kita habiskan nagari 
Empat Angkat ini, atau dihutangkan dangan beberapa kati emas dan 
dialahkan kitab Fakih Saghir ini, di belakang niscayanya besar 
mudaratnya kepada kita, dan kebanyakan* mahanusia hampir hitam akhirnya.
Maka terlebih baiklah kita panggil 
Tuanku2 yang lebih alimnya dan yang lebih masyhur kitabnya, yaitu Tuanku
 di Batu Ladiang* dan Tuanku nan Saleh dalam nagari Talawi, karena 
Tuanku nan bedua itu lebih sangat alimnya tidak jenis akan telawan oleh 
Fakih Saghir. Lagi pula Tuanku nan Saleh itu dimasyhurkan orang 
membatalkan* martabat, menyalahi agama Tuanku di Ulakan jua. Barangkali 
marah2 ia kepada Tuanku nan Tuho dan Tuanku nan Tuho marah2 pula sama 
dia, sebab bapa´ Tuanku nan Saleh itu diperangi Tuanku nan Tuho dan 
dialahkan nagari yang kediamannya masa dahulunya, yaitu nagari Taram. 
Sebab ia membatalkan martabat jua adanya.”
Maka telah sempurna mufakat mereka itu, 
memanggillah mereka itu akan Tuanku nan bedua itu, serta mengiringi 
Tuanku2 yang lainnya. Maka tempo Tuanku nan Saleh sampai ke dalam mesjid
 Tuanku di Mansiang, berhimpunlah Tuanku2 dalam luhak itu dan me´alahkan
 Tuanku nan Saleh akan sekalian Tuanku2 dangan kitabnya hingga Tuanku di
 Mansiang sekalipun.
Tuanku Nan Saleh Benarkan Petuah Tuanku Nan Tuo, Tuanku Nan Salapan Marah Besar
Kemudian maka Tuanku nan Saleh berjalan2 
antara nagari hendak menjalang tempat Tuanku nan Tuho. Itu pun Tuanku 
nan Tuho menyuruh memanggil Tuanku nan Saleh. Maka setelah sampai Tuanku
 nan Saleh serta Tuanku2 yang mengiringinya masuk nagari Kota Tuho, dan 
lah* bertamu* ia dangan Tuanku nan Tuho, berheluanlah kedua fihaknya 
serta bersuka2 ia dangan berjawatan tangan. Maka duduklah ia bersanang2 
hingga sedikit kemudian. Maka Tuanku nan Saleh meminta´ mengeluarkan 
kitab semuhanya kepada Tuanku nan Tuho serta mehimpunkan sekalian 
Tuanku2 yang ada dalam nagari itu. Maka setelah* hadir kitab semuhanya 
serta sekalian Tuanku2, maka bersama2 ia memafhumkan sekalian kitab itu 
serta saya, Fakih Saghir itu pun semufaka* semuhanya, tidak bersalahan 
suatu jua dan jikalau sebarat zarat sekalipun, hanya semufakat* jua 
membenarkan petuah Tuanku nan Tuho.
Maka tetaplah Tuanku nan Saleh dalam 
nagari itu sekira2 selapan hari atau lebih, supaya beperdamaikan ia 
antara keduanya, dan bepertamukan ia pada tarup nagari hampir nagari 
Banuhampu. Serta ia Tuanku nan Saleh menyuruhkan kepada sekalian Tuanku2
 dalam Luhak Agam ini mengikut kitab Tuanku nan Tuho semuhanya. Kemudian
 daripada itu pulanglah Tuanku nan Saleh beserta dangan kemuliaannya 
[...].* Maka masyhurlah kabar Tuanku nan Saleh membenarkan kitab Tuanku 
nan Tuho pula halnya. Maka sebab mengetahui mereka itu akan kabar Tuanku
 nan Saleh seperti demikian itu rupanya, hampir memunuh mereka itu, 
karena sangat marah2 mereka itu. Tetapi Allah ta`ala memeliharakan akan 
hambanya yang mu´min sebenarnya.
Nagari Ampek Angkek Kembali Diperangi, Bonjo Cangkiang Tak Teralahkan
Maka bersungguh2 mereka itu memasang 
mufakat dan mencari bicara apa2 akan sudahnya, serta berkabar2 mereka 
itu dalam mufakat mereka itu, yaitu, “Jikalau tidak kita alahkan nagari 
Empat Angkat semuhanya niscaya sangat tekaburnya kepada kita, d[an] 
sekalian kita ini hina semuhanya. Barangkali Fakih Saghir itu menjadi* 
raja besar akhirnya dan sekalian kita ini jadi ra`yatnya. Tambahnya 
lagi, Tuanku2 yang kepala2 yang sangat masyhur ulamanya telah 
membenarkan akan kitabnya. Maka apabila lai sampai dialahkan [...]* 
nagarinya itu, baiklah kita meminta´ ketundukkannya setinggar semata2 
dan pedang semata2, supaya boleh kita memunuh hulubalang yang kepala2 
dan sekalian cerdik cendakia dan sekalian ulamanya dan jikalau kanak2 
sekalipun karena tidak jenis akan telawan oleh kita sekalian ahli 
kitabnya. Biarlah kita tinggalkan nagarinya sekira2 selegar kuda 
bermain2 saja.” Maka sebab itu bersungguh2lah mereka itu memperangi 
nagari Empat Angkat. Maka terbakarlah tarup nagari sedikit2. Maka telah*
 lama2 antaranya sampailah habis nagari Empat Angkat semuhanya dan 
sukarlah berhisab orang Empat Angkat nan mati dan tertawan, dan 
tinggallah sebuah nagari Kota Tuho dan kampung yang sedikit, yaitu Bonjo
 Cangkiang namanya, dan bersungguh2 jualah mereka itu memperangi 
keliling tempat itu siang dan malam, pagi dan patang, tidak boleh keluar
 ke kiri dan ke kanan dan tidak boleh berhenti sedikit jua melainkan 
parang2 jua hanya.
Tuanku Nan Tuo Diperdaya, Anak-anaknya Dibunuh
Maka sekira2 empat tahun lamanya tidak 
jua te`alahkan kampung yang sedikit itu, terbitlah bicara setengah 
mereka itu, “Jikalau tidak mati jua Fakih Saghir ini, tidak mumkin kita 
me´alahkan kampungnya dan tidak ia mau tunduk kepada kita. Barangkali di
 belakang banyak2lah menola* dan berbuat kampung seperti kampungnya ini.
 Dan banyak persalahan tiap2 nagari, sebab banyak mereka itu sakit2 
hati. Dan tidak takut mereka itu akan dialahkan, sebab taguh* tempat 
kediaman mereka itu seperti kampung Fakih Saghir ini. Dan hampir mereka 
itu melawan kepada segala Tuanku2, dan tidak mau mereka itu menurut 
hukum Tuanku hanya kebanyakkan mereka itu menurut pendapat Fakih Saghir 
saja. Maka binasalah agama kita dan terlebih baik jualah kita 
beperdayakannya, ya`ni daya itu bersungguh2 kita meminta´ paham 
bepersuatukan hukum kitab Allah. Kita suruh sampaikan kabar pekerjaan 
itu kepadanya. Jikalau lebih terang kitabnya, kita sukakan menurut dia. 
Mudah-mudahan mau ia menurut bicara itu. Sebab itu Fakih Saghir itu 
lebih sangat bersungguh2nya menuntub* keterangan memfaham kitab Allah, 
karena kesudah2an keterangan kitab Allah itu tempat kepeliharaan dirinya
 dan* artanya. Maka terlebih sukalah* ia dibawa kepada barang mana 
tempat di luar nagarinya; ketika itu mudahlah kita memunuh dia.”
Maka setelah dihiaskan Allah daya itu ke 
dalam hati mereka itu, bersungguh2lah mereka itu memasang bicara itu. 
Fihak kepada diri saya, Fakih Saghir, tidak mengetahui saya akan daya 
itu, hanya semata2 mengembalikan kepada Allah ta`ala saja. Maka telah 
sempurna daya mereka itu, dan memanggil mereka itu akan saya juga, 
keluarlah saya serta Tuanku nan Tuho dan serta beberapa orang yang 
mengiringi. Ketika itu memunuhlah mereka itu akan sekalian anak2 Tuanku 
nan Tuho serta orang yang mengiringi itu, sembilan orang banyaknya; dan 
tidak sampai daya mereka itu kepada saya dangan tolong Tuhan subhanahu 
wa ta`ala adanya, dan tinggallah Tuanku nan Tuho serta saya. Barangkali 
sebab Allah ta`ala meluluskan hukumnya jua, maka melepaskan Allah ta`ala
 dangan tolongnya akan hambanya yang mu`min, lagi sabar, lagi pilihan.
Perang Berlanjut Hingga Belanda Masuk ke Darat
Maka sampailah Tuanku nan Tuho pulang ke 
nagari Kota Tuho dan saya, Fakih Saghir, jua. Maka kemudian [da]ri itu 
bersungguh2 jualah saya menguatkan parang melawan Tuanku nan Selapan, 
karena lah* putus ikhtiar. Tidak patub* kembali Tuanku2 itu daripada 
sekalian pekerjaannya yang tersalah itu; sebab lah* sangat bertambah2 
kejahatannya dan sentiasa pekerjaan itu hingga sampai lah* keluar 
Kompeni Wolanda ke Tanah Darat ini. Barangkali orang Kompeni tahu 
adanya; maka pulanglah ma`lum kepada orang Kompeni semuhanya.
Baik-Jahat Orang Padri dan Orang Hitam
Kemudian lagi pula bermula kesudah2an 
simpan keterangan cerita ini, baiknya dan jahatnya daripada fihak 
keduanya, yaitu adapun yang baik sebalah Tuanku2 Pedari* ialah 
mendirikan sembahyang, dan mendatangkan zakat dan puasa pada bulan 
Ramadan, dan naik haji atas kuasa, dan berbaiki mesjid dan berbaiki 
labuh tepian, dan memakai rupa pakaian yang halal, dan menyuruhkan orang
 menuntub* ilmu, dan berniaga. Adapun sekalian yang jahat daripada 
Tuanku Paderi* menyiar* membakar, dan menyahkan* orang dalam kampungnya,
 dan memunuh orang dangan tidak hak, yaitu memunuh segala ulama, dan 
memunuh orang yang berani2, dan memunuh orang yang cerdik cendaki, sebab
 ber`udu atau khianat, dan merabut dan merampas, dan mengambil perempuan
 yang bersuami, dan menikahkan perempuan yang tidak sekupu dangan tidak 
relanya, dan menawan orang dan berjual dia, dan bepergundi´ tawanan, dan
 mehinakan orang yang mulia2, dan mehinakan orang tuha, dan mengatakan 
kafir orang beriman, dan mencala* dia.
Adapun sekalian yang baik daripada 
sebalah orang yang hitam meikrarkan dirinya Islam dan mehentikan rabut* 
rampas, dan mehentikan* siar bakar, dan mehentikan tikam bunuh, tetapi 
hingga mulut semata2. Itulah amal yang jahat sekali2, sepuluh ganda* 
lagi jahatnya amal sekalian orang nan hitam ini, yaitu menyamun dan 
menyakar, maling dan curi, merabut dan merampas, berjual orang, minum 
tuak dan minum kilang, memakan darah kerbau, dan memakan daging dangan 
tidak disembalih, dan memakan ulat dan sirangka´, memakai sekalian yang 
haram, menyabung dan bejudi, bekendak, dan mehisap madad, dan sekhalwat 
dangan perempuan dangan tidak nikah, dan membinasakan mesjid, dan 
membinasakan labuh dan tepian, dan membinasakan larangan dan pegangan, 
dan berputar2 akal, dan berdusta2 dan mehukum antara segala mahanusia 
dangan aniaya, dan meninggalkan sembahyang, dan enggan mengeluarkan 
zakat, dan beperganda2kan emas dangan tidak berniaga, dan meubah2kan 
janji antara segala mahanusia dan berbuat sekalian pekerjaan yang 
melalaikan amal dunia dan akhirat. Itulah hukum yang tetap dalam kitab 
Tuanku nan Tuho adanya.
Wasiat Tuanku Nan Tuo Kepada Fakih Saghir
Wasiat Tuanku nan Tuho kepada saya, Fakih
 Saghir, sebagai lagi bahwa inilah* suatu keterangan daripada segala 
ihwal diri saya, maka adalah tatkala hampir ajal Tuanku nan Tuho, ialah 
meninggalkan petaruh kepada saya, yaitu, “Hendaklah engkau dirikan agama
 Allah dan agama Rasullah dangan sebenarnya. Dan suruhkan diengkau akan 
segala mahanusia dangan berbuat baik. Dan tagahkan diengkau akan mereka 
itu dangan berbuat jahat, dan hukumkan diengkau antara segala mahanusia 
dangan adil, tuntubkan* diengkau akan balas segala anak saya yang mati 
masa dahulu. Dan kini tuan2 orang Kompeni sudah tahu, maka itulah 
besarnya pekerjaan seperti hukum yang sabit dalam surat keterangan ini, 
dan diri saya ini nyatalah kesudah2han daif mahanusia. Sebab itu dangan 
seboleh2nya perminta* saya, hendaklah tuan tolong jua saya menguatkan 
pekerjaan yang dipetaruhkan Tuanku itu. Waila’Llah turja`ulumur.”

